Para ahli fiqih berselisih pendapat dalam hal ini, diantara para ahli
fiqih yang menyatakan bahwa shalat berjama’ah itu wajib adalah ‘Atha
bin Abu Rabah, Hasan Al-Bashry, Abu ‘Amru Al-Auza’iy, Abu Tsaur, Imam
Ahmad dalam madzhabnya, serta tulisan/karangan Imam Syafi’i dalam
“Mukhtashar Al-Mazany” tentang shalat berjama’ah. Beliau berkata, “Tidak
ada keringanan dalam meninggalkan shalat berjama’ah kecuali bagi mereka
yang berhalangan.” (Ringkasan “Al-Muzanniy” yang dengan sungguh-sungguh
ummu 1/109)
Bnu Al-Mundzir berkata dalam “Kitab Al-Ausath”, “Orang buta sekalupun
wajib melaksanakan shalat berjama’ah, walaupun rumah mereka berjauhan
dari masjid.” Hal ini menunjukkan akan wajibnya shalat berjama’ah:
Sesungguhnya menghadiri shalat berjama’ah itu wajib hukumnya bukan
sunnah.
Dalam satu hadits diriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai
Rasulullah sesungguhnya jarak antara rumahku dan masjid dibatasi oleh
pohon, dapatkah aku jadikan alasan untuk melaksanakan shalat di rumah
saja?” Rasulullah berkata, “Apakah kamu mendengar Iqamah?” Ia berkata,
“Ya.” Rasulullah bersabda lagi, “Maka datanglah kamu ke masjid dan
shalat berjama’ahlah kamu di sana.”
Ibnu Mundzir berkata, “Ditakutkan dapat menyebabkan kenifakan bagi
mereka yang meninggalkan shalat Isya’ adn Subuh berjama’ah. Kemudian
dalam pertengahan babnya dijelaskan: Banyak Hadits menunjukkan wajibnya
shalat berjama’ah bagi mereka yang tidak berhalangan untuk
melaksanakannya. Dalil yang menunjukkan adalah perkataan Ibnu Munzir
tentang Ibnu Ummi Maktum yang cacat, “Tiada keringanan bagimu (dalam shalat berjama’ah)”. Jika
seorang buta saja tidak mendapatkan keringanan dalam shalat berjama’ah,
apalagi bagi orang yang dapat melihat. Ia berkata, “Rasulullah pernah
mengancam akan membakar orang yang tidak melaksanakan shalat berjama’ah.
Saya ingin menjelaskan tentang wajibnya shalat berjama’ah, karena tidak
diperbolehkan (melaksanakan shalat secara sendiri-sendiri) maka
Rasulullah mengancam mereka yang menggantikan yang sunnah dan bukan
fardhu.
Ia berkata: Hadits Abu Hurairah menguatkan hal tersebut, “Sesungguhnya
seorang laki-laki keluar dari masjid setelah muadzin mengumandangkan
adzan. Ia berkata, “Orang itu telah mengingkari Abu Qasim (Rasulullah
saw).” (Ibnu Majah dalam “Masajid dan Jama’ah-jama’ah”, 793 Abu
Dawud dalam “Shalat”, 551 Daruquthni/ 1 420 dan dibenarkan oleh Hakim,
1/245 dan Ibnu Hibban, 2064 dan lengkaplah pendapat mereka, “Kecuali
bagi mereka yang udzur”)
Walaupun orang menghadapi pilihan untuk meninggalkan shalat
berjama’ah atau mendatanginya, tidak boleh (tidak ada alasan) bagi orang
yang meninggalkan apa yang tidak wajib baginya hadir untuk berbuat
ingkar (dengan meninggalkan shalat berjama’ah), karena ketika Allah SWT
memerintahkan untuk shalat berjama’ah dalam keadaan takut, maka hal ini
menunjukkan bahwa dalam keadaan aman hal itu lebih diwajibkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment